Notification

×

Iklan

Kemenhut Blokir Akses Wisata Ilegal di Tanah Datar

Kamis, 26 Juni 2025 | 02:11 WIB Last Updated 2025-06-25T19:11:00Z

Kemenhut tutup TWA Megamendung, Tanah Datar.


Tanah Datar, Rakyatterkini.com– Kementerian Kehutanan RI bersama sejumlah instansi terkait resmi menutup permanen sembilan titik lokasi ilegal di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Megamendung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Direktur Pencegahan dan Penanganan Pengaduan Kehutanan Kemenhut RI, Yazid Nurhuda, menjelaskan bahwa langkah penutupan ini merupakan bagian dari upaya penyelamatan hutan di TWA Megamendung.

Penutupan tersebut dilakukan dengan cara penyegelan lokasi, pemasangan papan larangan aktivitas, serta pemblokiran akses masuk ke area wisata air menggunakan batuan besar. Namun, rencana pemblokiran jalan ini sempat menemui penolakan dari masyarakat, Wali Nagari Singgalang, dan tokoh adat setempat.

Setelah melalui proses negosiasi yang intens, semua pihak sepakat bahwa tidak boleh ada aktivitas, termasuk wisata pemandian dan perdagangan, di kawasan tersebut. Yazid menegaskan bahwa seluruh aktivitas di area seluas sekitar 12 hektare itu tidak memiliki izin resmi sehingga dianggap ilegal.

Selain melanggar aturan, beberapa bangunan wisata yang berdiri di bantaran sungai dinilai sangat berisiko terhadap bencana alam. Hal ini diperkuat dengan kejadian banjir bandang yang menimpa wilayah tersebut pada 11 Mei 2024 lalu dan menimbulkan korban jiwa.

Pascakejadian tersebut, pemerintah sudah mengeluarkan larangan pendirian bangunan dan aktivitas apapun di kawasan TWA Megamendung. Meski Satpol PP dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam telah memberikan peringatan sebanyak tiga kali, upaya tersebut tidak diindahkan.

Karena itu, Kementerian Kehutanan bersama TNI/Polri, Satpol PP, serta pemerintah provinsi dan daerah mengambil tindakan tegas dengan menutup seluruh kegiatan di kawasan tersebut.

Di sisi lain, tokoh adat Nagari Singgalang sekaligus pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN), Yunelson Datuak Tumangguang, menyampaikan keberatan atas pelaksanaan penutupan yang dilakukan tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan masyarakat dan pemerintah daerah.

Ia menambahkan, hingga saat ini belum ada dialog antara pemerintah daerah, termasuk gubernur dan bupati, dengan para tokoh adat pascabanjir bandang. Menurutnya, masyarakat juga sudah mengundang gubernur untuk membahas kondisi ini.

Salah satu alasan penolakan masyarakat terhadap penutupan ini adalah klaim bahwa kawasan TWA Megamendung merupakan tanah ulayat mereka yang sejak masa penjajahan Belanda ditetapkan sebagai hutan lindung oleh pemerintah.

“Wilayah ini adalah tanah ulayat kami yang dijadikan kawasan hutan lindung oleh pemerintah Belanda. Jadi, secara adat kawasan hutan lindung ini adalah milik kami,” tegasnya.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update