Notification

×

Iklan

Majelis Hakim Terima Suap Rp22,5 Miliar Terkait Kasus Ekspor Minyak Kelapa Sawit

Senin, 14 April 2025 | 08:00 WIB Last Updated 2025-04-14T01:22:26Z

Petugas membawa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (tengah) menuju mobil tahanan.


Jakarta, Rakyatterkini.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa Majelis Hakim yang dipimpin oleh Djuyamto beserta anggota lainnya telah menerima suap senilai Rp22,5 miliar sebagai imbalan untuk memberikan vonis lepas dalam kasus korupsi terkait persetujuan ekspor minyak kelapa sawit pada periode 2021-2022. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa uang tersebut diserahkan oleh Muhammad Arif Nuryanta, yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Qohar menjelaskan bahwa Arif sebelumnya telah menerima suap sebesar Rp60 miliar dari Ariyanto Bakri, seorang pengacara yang mewakili tiga perusahaan korporasi yang terlibat dalam kasus tersebut. Setelah menerima uang tersebut, Arif kemudian memilih susunan Majelis Hakim yang akan mengadili perkara ini. Majelis yang dipilih terdiri dari Hakim Djuyamto sebagai Ketua Majelis, Hakim Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc.

"Setelah itu, Wakil Ketua PN Jakpus menunjuk Majelis Hakim yang terdiri dari DJU sebagai Ketua, AM sebagai hakim ad hoc, dan ASB sebagai anggota Majelis," ungkap Qohar dalam konferensi pers pada Senin (14/4). 

Selanjutnya, Arif mengundang Djuyamto dan Agam untuk bertemu, di mana dalam pertemuan tersebut, Arif menyerahkan uang tunai sebesar Rp4,5 miliar yang ditujukan sebagai biaya untuk membaca berkas perkara korupsi minyak goreng. Uang tersebut, yang diberikan dalam bentuk Dollar Amerika Serikat, kemudian dibawa oleh Agam dalam sebuah tas dan langsung dibagikan kepada ketiga hakim yang tergabung dalam Majelis.

Pada periode September-Oktober 2024, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp18 miliar dalam bentuk Dollar Amerika Serikat kepada Djuyamto. Uang tersebut kemudian dibagikan oleh Djuyamto di depan Bank BRI, dengan rincian Rp4,5 miliar untuk Agam, Rp5 miliar untuk Ali, Rp6 miliar untuk Djuyamto, dan Rp300 juta untuk panitera.

"Ketiga hakim tersebut mengetahui bahwa tujuan pemberian uang itu adalah agar perkara tersebut diputus dengan vonis Onslag, yang akhirnya diputuskan pada tanggal 19 Maret 2025," tambah Qohar.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait dengan vonis lepas dalam perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit. Tujuh tersangka tersebut terdiri dari Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan, serta tiga Majelis Hakim yang memberikan vonis lepas, yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.

Abdul Qohar juga menyampaikan bahwa bukti penerimaan suap senilai Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto, pengacara dari tiga perusahaan korporasi, telah ditemukan. Uang tersebut diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta melalui Wahyu Gunawan, yang saat itu menjabat sebagai Panitera Muda di PN Jakarta Pusat.

"Pemberian uang tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi Majelis Hakim agar memberikan putusan Onslag pada perkara ini," jelas Qohar.

Menurut Qohar, Arif Nuryanta menggunakan posisi jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat untuk mengatur vonis lepas terhadap tiga terdakwa korporasi yang terlibat dalam kasus korupsi minyak goreng, meskipun secara hukum perkara tersebut memenuhi unsur pidana. Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update