![]() | |
Menaker Yassierli. |
Jakarta, Rakyatterkini.com – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan atas aksi demonstrasi yang dilakukan Serikat Pekerja PT Fastfood Indonesia (SP-KFC). Aksi tersebut menyoroti tuntutan pembayaran upah yang tertunda selama enam bulan serta menolak dugaan PHK sepihak terhadap anggota serikat pekerja.
1. PHK Sebagai Langkah Terakhir
Menaker Yassierli menekankan bahwa PHK seharusnya menjadi pilihan terakhir setelah perusahaan dan pekerja melakukan proses perundingan.
"Secara hukum, PHK seharusnya menjadi langkah terakhir yang diambil oleh perusahaan. Kami akan mengecek hal tersebut," ujarnya setelah menghadiri Rakortas Pertumbuhan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada Kamis.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya masih menunggu laporan terkait kasus ini.
"Kami selalu berupaya agar tidak ada PHK. Nanti kita lihat perkembangannya dan menunggu laporan lebih lanjut," tambahnya.
2. Demonstrasi Pegawai KFC
Aksi unjuk rasa yang dilakukan SP-KFC dipicu oleh dugaan PHK sepihak terhadap 11 anggota serikat pekerja tanpa adanya komunikasi dan musyawarah yang sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023.
Dalam pernyataan resminya, serikat pekerja menuding bahwa kebijakan PHK yang dilakukan oleh manajemen KFC bersifat diskriminatif. Mereka menyoroti perbedaan perlakuan terhadap karyawan dari serikat lain, yang diberikan opsi mutasi ke gerai lain yang masih beroperasi, sementara anggota SP-KFC tidak mendapatkan perlakuan serupa.
Serikat pekerja juga menyebut bahwa PHK yang dilakukan oleh KFC tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan serta UU Cipta Kerja.
3. Sikap Serikat Pekerja KFC
Serikat pekerja menilai kebijakan PHK yang diterapkan oleh KFC tidak konsisten. Mereka menyebut bahwa beberapa pekerja dari serikat lain diberikan kesempatan untuk dimutasi, sedangkan anggota SP-KFC-KASBI justru langsung diberhentikan.
Hal ini dianggap melanggar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain itu, alasan yang digunakan oleh KFC terkait kerugian perusahaan juga dipertanyakan, mengingat banyak gerai yang masih beroperasi. Serikat pekerja menilai bahwa pesangon yang diberikan, sebesar 0,5 kali gaji, tidak sesuai dengan Putusan MK No. 19/PUU-IX/2011. Mereka juga menyoroti bahwa perusahaan tidak menerapkan skema dirumahkan selama tiga bulan seperti yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) KFC Pasal 29 Ayat 1.
Karena itu, para pekerja menggelar aksi demonstrasi serta kampanye bersama dengan dua tuntutan utama:
Pertama, KFC diminta untuk mempekerjakan kembali pekerja yang terkena PHK dengan skema mutasi. Kedua, KFC diminta untuk membayarkan upah pekerja selama proses perselisihan berlangsung.(DA)