Jakarta, Rakyatterkini.com – Suasana haru mewarnai penerimaan bonus sejumlah atlet berprestasi asal Sulawesi Selatan (Sulsel), usai mereka mengetahui bahwa nominal penghargaan dari Pemerintah Provinsi Sulsel atas capaian medali di PON Aceh–Sumut 2024 jauh dari harapan. Pemangkasan nilai bonus hingga Rp50 juta per medali memicu kekecewaan mendalam dan kritik luas dari berbagai pihak.
Ungkapan kekecewaan para atlet pun ramai diperbincangkan di media sosial. Dalam sebuah video yang beredar luas, tampak sejumlah atlet tak kuasa menahan air mata saat mengetahui nilai bonus yang mereka terima tak sesuai janji awal.
“Tangisan atlet Sulsel pecah gegara jumlah bonus tak sesuai janji, terpangkas Rp50 juta tiap medali,” tulis akun Instagram @inijawatimur, Rabu (2/7/2025).
Salah satu atlet yang menyuarakan kekecewaannya adalah karateka Nadya Baharuddin. Ia mengungkapkan rasa kecewa karena bonus untuk peraih medali emas kini hanya Rp150 juta, turun dari standar PON Papua 2021 yang sebelumnya mencapai Rp200 juta. Begitu pula untuk medali perak yang hanya dihargai Rp100 juta dari sebelumnya Rp150 juta, dan perunggu turun menjadi Rp50 juta dari Rp100 juta.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulsel, Suherman, menjelaskan bahwa keterbatasan anggaran menjadi alasan utama pemangkasan. Dari total kebutuhan dana sebesar Rp22 miliar, Pemprov hanya mampu mengalokasikan Rp6,75 miliar untuk 61 atlet peraih medali.
“Kami mohon maaf karena besaran bonus yang diberikan tidak dapat memenuhi ekspektasi. Ini adalah yang terbaik yang bisa kami realisasikan dengan kondisi keuangan saat ini,” ujar Suherman.
Bonus tersebut diberikan kepada peraih 10 medali emas, 19 medali perak, dan 32 medali perunggu, baik dalam kategori perorangan maupun beregu.
Kekecewaan tak hanya datang dari kalangan atlet. Ketua Komisi E DPRD Sulsel, Andi Nirawati, mendesak Pemprov untuk menyalurkan bonus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Sulsel Nomor 16 Tahun 2024.
Menanggapi sorotan tersebut, Sekretaris Daerah Sulsel, Jufri Rahman, menegaskan bahwa angka yang tertuang dalam Pergub merupakan batas maksimal—bukan angka yang wajib diberikan. Ia menambahkan, realisasi di lapangan tetap harus menyesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah.(da*)