Notification

×

Iklan

Harga Batu Bara Tembus US$101/ton, Investor Terkejut

Jumat, 02 Mei 2025 | 14:04 WIB Last Updated 2025-05-02T07:04:00Z

Ilustrasi


Jakarta, Rakyatterkini.com – Kenaikan harga batu bara mengejutkan investor setelah melampaui US\$101 per ton pada 1 Mei 2025. Hal ini terjadi di tengah kritik yang dilontarkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap kebijakan energi Eropa. AS menilai bahwa langkah Eropa yang berupaya beralih secara cepat ke energi terbarukan, tanpa mempertimbangkan kondisi pasokan energi yang ada, berpotensi menimbulkan risiko terhadap keamanan energi dan stabilitas ekonomi.

Harga batu bara tercatat pada US\$101,5 per ton, mengalami kenaikan sebesar 0,5% dibandingkan penutupan perdagangan pada 30 April 2025 yang berada di level US\$101 per ton. Kenaikan ini melanjutkan tren positif harga batu bara yang sudah berlangsung selama tujuh hari berturut-turut sejak 23 April 2025, dengan penguatan total sebesar 7,9%.

Menurut laporan dari oilprice.com, Menteri Energi AS, Chris Wright, menyatakan bahwa tujuan Eropa untuk mencapai target emisi nol-bersih telah mengorbankan hak warganya untuk memperoleh energi yang dapat diandalkan dan terjangkau. Dalam pidatonya di Forum Bisnis Three Seas yang diselenggarakan di Warsawa, Polandia, Wright menyebut bahwa kebijakan tersebut merupakan hasil dari keputusan politisi yang telah mengurangi pilihan bagi konsumen.

Wright menambahkan, kebijakan transisi energi yang diterapkan oleh pemerintah Inggris dan Uni Eropa memang berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca, namun kontribusi Eropa terhadap emisi global hanya sekitar 8%. Menurutnya, penerapan kebijakan energi yang bersifat wajib justru mengurangi kesejahteraan negara-negara yang berkomitmen untuk mencapai emisi nol-bersih, menciptakan dua konsekuensi negatif yang besar, yakni deindustrialisasi dan tingginya harga energi bagi konsumen dan bisnis.

"Reformasi kebijakan iklim yang diterapkan secara top-down ini sering kali dibenarkan sebagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim," ujar Wright. "Namun, saya bisa katakan bahwa ketakutan terhadap perubahan iklim telah memperburuk kebebasan energi, yang pada gilirannya mengancam kemakmuran dan stabilitas nasional di seluruh Eropa Barat."

Meskipun perubahan iklim diakui sebagai fenomena nyata, Wright menegaskan bahwa isu ini bukanlah masalah paling mendesak saat ini. "Saat ini, tantangan yang lebih besar adalah bagi mereka yang berjuang untuk membayar tagihan energi, sementara mereka berusaha hidup dengan standar energi yang tinggi seperti kita. Akses terhadap energi yang terjangkau dan andal lebih penting," tegas Wright.

Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, banyak negara yang lebih memprioritaskan keterjangkauan dan keandalan energi dibandingkan dengan keberlanjutan. Negara-negara berkembang besar seperti China dan India terus mengandalkan batu bara sebagai sumber utama pembangkit listrik, meskipun China juga merupakan pemimpin global dalam pemasangan energi terbarukan. 

Kedua negara ini telah memainkan peran penting dalam mendongkrak permintaan batu bara global pada dekade ini, bahkan berencana menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara mereka guna mendukung kestabilan pasokan energi terbarukan yang mereka miliki.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update