Padang, Rakyatterkini.com – Para ninik mamak dari Nagari Inderapura, Kecamatan Air Pura dan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), mengadukan persoalan tanah ulayat kepada Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade. Mereka memprotes perubahan status tanah ulayat nagari menjadi kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan hutan lindung, padahal lahan tersebut telah lama digarap masyarakat menjadi kebun kelapa sawit dan sudah berproduksi.
Dalam pertemuan yang digelar di Suaso GOR Kota Padang, Sabtu (26/4/2025), juru bicara ninik mamak, Kamil Indra, mengungkapkan bahwa sejak PT Incasi Raya Group membuka lahan perkebunan di tanah ulayat Inderapura, masyarakat sekitar turut mengembangkan kebun kelapa sawit di sekitarnya.
"Masyarakat mulai membuka lahan sejak tahun 2000, namun baru dipermasalahkan oleh pihak Kehutanan pada 2021. Padahal, sawit yang mereka tanam sudah tumbuh besar dan telah lama dipanen," ujar Kamil kepada Andre Rosiade, didampingi Kepala Kanwil BPN Sumbar, Teddi Guspriadi, serta Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Sumbar, Hanif.
Rombongan dari Inderapura ini dipimpin langsung oleh Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Inderapura, Khairul Saleh Rangkayo Rajo Gerang, bersama Sekretaris Khairul Amri Rangkayo Maharajo Gedang, serta diikuti tokoh masyarakat, perwakilan pekebun, dan beberapa warga yang kini menjadi tersangka di Polda Sumbar.
Kamil menjelaskan, dulunya kawasan hutan Inderapura merupakan hutan ulayat, bukan kawasan hutan lindung atau HPK. Namun, saat pembangunan PLTA Koto Panjang di Riau pada 1992, negara membutuhkan hutan pengganti, sehingga status tanah ulayat ini diubah tanpa sepengetahuan masyarakat.
Kawasan hutan lindung yang ditetapkan Kehutanan kini membentang seluas sekitar 7.000 hektare dari Pasir Ganting, Nagari Pulau Rajo, Kecamatan Air Pura, hingga ke Kecamatan Silaut. Sementara itu, HPK mencakup sekitar 14.000 hektare di wilayah Pancung Soal, Basa Ampek Balai Tapan, dan Lunang. "Semua kawasan ini berbatasan dengan lahan HGU milik PT Incasi Raya Group," jelas Kamil.
Ia menambahkan, masyarakat merasa kecewa karena perusahaan bisa memperoleh HGU berdasarkan pelepasan tanah ulayat yang dilakukan oleh sebagian ninik mamak, sementara lahan yang dikelola masyarakat justru dikriminalisasi.
Menurut Kamil, sejak awal penggarapan pada tahun 2000, tidak ada tanda batas ataupun papan peringatan yang menunjukkan bahwa lahan tersebut merupakan kawasan hutan. Baru pada tahun 2021, pihak Kehutanan melakukan sosialisasi mengenai perubahan status lahan, disusul dengan razia dan proses hukum terhadap sejumlah warga.
Pada tahun 2022, ninik mamak Inderapura telah mengajukan sanggahan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Polri. Razia sempat terhenti, namun kembali terjadi pada Februari 2025, hingga tiga warga ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Maret 2025.
"Kami berharap Pak Andre bisa membantu memperjuangkan agar status lahan ini dikembalikan menjadi tanah ulayat, dan ketiga warga kami dibebaskan dari proses hukum. Kami juga meminta agar tidak ada lagi razia sampai ada kejelasan hukum," kata Kamil.
Sementara itu, Kepala Kanwil ATR/BPN Sumbar, Teddi Guspriadi, mengaku terhormat dapat bertemu langsung dengan para ninik mamak Inderapura. Ia menjelaskan, pengembalian status tanah ulayat harus diawali dengan pengajuan surat dari Pemkab Pessel dan Pemprov Sumbar ke Kementerian Kehutanan.
"Kalau Kementerian Kehutanan menyetujui, baru BPN bisa memproses sertifikasinya. Tapi perlu dicatat, luas hutan lindung di Indonesia tidak boleh berkurang, sehingga harus disediakan hutan pengganti di lokasi lain," ujar Teddi.
Andre Rosiade menambahkan, langkah utama yang harus dilakukan adalah pengajuan resmi dari Pemkab dan Pemprov kepada Kementerian Kehutanan. Ia juga berjanji akan menyampaikan permasalahan ini kepada Menteri Kehutanan dan Kapolda Sumbar untuk mencari penyelesaian, termasuk upaya Restorative Justice bagi warga yang menjadi tersangka.
"Kunci penyelesaian ada pada surat ke Kemenhut, baru ke BPN. Saya akan kawal agar persoalan ini bisa selesai, dan akan berkoordinasi dengan Kapolda soal status hukum tiga warga yang ditahan," tegas Andre.(da*)