![]() |
Ilustrasi Mudik Lebaran. |
RAKYATTERKINI.COM - Salah satu momen yang paling ditunggu setiap tahunnya adalah waktu mudik Lebaran, atau yang lebih dikenal dengan istilah pulang kampung barayo.
Pada waktu ini, sebagian besar masyarakat akan kembali ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga besar. Momen tersebut menjadi sangat spesial karena penuh dengan kebahagiaan dan kehangatan.
Mudik bukan sekadar ritual tahunan yang dilakukan karena kebiasaan. Lebih dari itu, mudik menjadi ajang untuk mempererat kembali hubungan yang mungkin renggang akibat kesibukan sehari-hari.
Lebaran memberikan kesempatan berharga untuk berbagi kebahagiaan, memperbaiki silaturahmi, dan merasakan kembali hangatnya kebersamaan yang sering terlupakan.
Masyarakat di kampung (ranah) bisa mengemas momen ini untuk perantau agar perantau betah di kampung dan mengenang (bernostalgia) selama perantau dikampung.
Sebagai masyarakat perantau yang sedang mudik ke kampung halaman, bukan hanya sekadar merasakan kebahagiaan. Namun, membawa suatu cerita yang unik dan jarang ditemukan di perantauan.
Sebut saja Ali Amran, salah satu perantau Jakarta asal Padang Pariaman menyebutkan, ketika tidak bisa mudik ke kampung halaman rasanya pasti ada yang kurang. Selalu ada momen yang akan terus dirindukan dari mudik bersama keluarga di hari yang penuh suka cita.
“Berkumpul dengan keluarga terdekat yang jarang bisa bertemu. Perasaan sangat bahagia bisa bertemu dengan orang yang sangat sulit bisa ditemui di hari biasa,” sebut Ali Amran, Minggu (6/4/2025).
Kapan lagi bisa bertemu dengan sanak famili, keluarga besar dari yang dekat hingga yang jauh. Semuanya bisa bersatu berkumpul bersama pada saat mudik ke kampung halaman. Selain itu, di momen ini juga bisa melepaskan rindu, bertemu langsung dan bercengkrama bersama keluarga dan teman-teman di kampung.
“Jika tidak mudik, hal seperti ini akan sulit sekali dilakukan karena kesibukan dan aktivitas masing-masing,” sebut dia.
Ia menyebutkan, satu hal yang paling bikin kangen kampung halaman pasti karena masakan orang kampung. Berbeda sekali rasa masakan yang dimakan di kampung halaman dengan yang dijual di perkotaan. Belum lagi dengan cara memasaknya yang masih menggunakan metode tradisional.
“Ada aroma dan cita rasa yang gak bisa tertandingi. Dan juga berbagai makanan yang hanya bisa di rasakan saat pulang ke kampung saja,” sebut dia.
Lain lagi dengan salah satu warga Sungai Limau yang merantau di Surabaya, Mardiwarman, dirinya sangat menikmati susana pedesaan yang asri.
“Saya sangat betah di kampung dengan suasana yang asri ini. Hampir 30 tahun saya merantau di Surabaya, sudah tiga kali saya pulang untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Di kampung dapat menenangkan pikiran,” sebut Mardi.
Menurutnya, jika ingin menenangkan pikiran pergilah ke kampung (Pedesaan), dan di momen hari Lebaran bisa merasakannya. Dirinya bersama keluarga akan libur sejenak dari penatnya aktivitas di kota (perantauan).
Diakui, di kampung halaman dirnya menikmati udara yang segar, suasana yang asri, dan juga pemandangan yang indah. Belum lagi melihat aktivitas warga di setiap paginya, ada yang menggembala ternak, pergi ke sawah dan juga bekerja di ladang.
Uniknya, sebut Mardi, tidur beramai-ramai bareng keluarga besar beralaskan tikar atau karpet seadanya, berselimutkan sarung dan juga ditemani suara jangkrik yang syahdu.
“Gak mudik namanya kalau gak tidur bareng-bareng di ruang tengah. Momen ini gak akan pernah bisa tergantikan dengan hangatnya kamarmu di rumah,” sebut dia.
Lain lagi dengan Sudirman (55) tahun perantau dari Bandung menyebutkan, momen bermaaf-maafan sehabis sholat Idul Fitri bersama keluarga besar.
Di momen ini dirinya dan keluarga akan merasa sangat dekat dan emosional. Tak jarang dipenuhi banyak tangisan saat saling bermaaf-maafan.
“Momen yang penuh makna adalah pada saat habis melakukan shalat ID yaitu bersalam salaman bersama keluarga. Orang yang lebih muda sungkem pada orang yang lebih tua, berkeliling hingga ke tetangga sekitar dan juga orang terdekat lainnya. Bahkan ada yang terharu dengan isak tangisan, jarang ditemui. Hati akan terasa lapang, bahagia dan juga lega karena telah saling memaafkan satu sama lain.
Ia mengajak perantau agar memanfaatkan momen lebaran bersama keluarga di kampung halaman. Jika memiliki waktu, sempatkanlah pulang untuk berkumpul bersama keluarga. Dikarenakan momen bersama orang terkasih tidak akan pernah bisa tergantikan, lho.
Lain lagi dari warga Pariaman yang merantau di Kalimantan, Murfidal menyebutkan bagi perantau yang sedang mudik ke kampung halaman, bukan hanya sekadar merasakan kebahagiaan. Dalam menghadapi momentum ini juga terdapat suka duka yang dirasakan.
“Pada saat lebaran inilah saya dapat berkumpul bersama teman-teman yang merantau di berbagai daerah-daerah. Artinya, Halal bi Halal, Reuni satu sekolah yang dikemas oleh warga kampung dapat menyatukan kami dan mempererat silaturahmi,” sebut dia.
Ia menyebutkan, Pulang Basamo Barayo di Kampuang (Mudik) merupakan tradisi pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama keluarga dan orang-orang terdekat.
Bahkan ini menjadi rutinitas wajib bagi mereka yang berada di perantauan setiap tahun. Ternyata bagi seorang perantau yang sedang mudik, terdapat pengalaman tersendiri yang dirasakan.
“Masyarakat perantau, pulang kampuang barayo menjadi rutinitas wajib bagi dirinya. Setiap perantau mempunyai cerita masing-masing pada saat pulang kampung,” sebut Murfidal.
Sisi bahagianya, sebut dia, radisi mudik membuat kita merasa bahagia karena bertemu dengan keluarga dan orang-orang terdekat. Selepas berada di tanah rantau, kita dapat merasakan kehangatan kembali bersama mereka. Pertemuan ini dapat mempererat tali silaturahmi yang merenggang karena kesibukan.
Ia berharap kepada masyarakat ranah (kampung halaman) bersama pemerintah daerah agar dapat mengemas momen ini dengan penuh makna dengan menyuguhkan agenda momen lebaran yang dapat dirasakan dan dikenang oleh masyarakat perantauan.
“Jadikanlah momen lebaran ini sebagai ajang silaturahmi, dan mengenang kembali ke arifan lokal daerah dan juga mengali potensi daerah,” sebut dia.
Seperti di Sungai Limau, sebut Murfidal, daerah ini lebih dulu dikenal mempunyai pantai yang rindang yakni Pantai Arta. Wisata satu ini mendapat kunjungan dari berbagai daerah dengan program Pesta Pantai yang disuguhkan kepada pengunjung.
“Sebelum pantai-pantai yang di Kota Pariaman dan Padang Pariaman, Pantai Arta Sungai Limau menjadi ikon wisata di daerah itu dengan berbagai kegiatan yang kemas dalam Pesta Pantai, seperti lomba pacu sampan tradisional, pemilihan Raja dan Ratu pantai dan hiburan lainya,” sebut dia.
Hingga kini, hiburan yang disua oleh pengunjung hanyalah hiburan musik, dan jarang hiburan kesenian daerah atau lomba pacu sampan. Hiduran yang didapat pengujung dari rantau seperti itu, lebih menarik hiburan di perantauan.
“Berikanlah masyarakat perantau dengan hiburan kesenian daerah, dan perlombaan perlombaan tradisional daerah agar warga perantau betah dan ringan meninggalkan uang di kampung halaman,” sebut dia.
Daerah Sungai Geringging, dikenal dengan kesenian Indangnya, jadikan daerah itu sebagai kunjungan wisata masyarakat perantau untuk menikmati kesenian daerah, seperti kesenian Indang, Randai, Silat dan bentuk kesenian tradisional lainya.
“Baru-baru ini pemerintah daerah telah menghidupakan kembali olahraga berkuda di Paguah Duku Balah Aia, Sunga Sariak. Jadikan ini sebagai kalender momen lebaran di Padang Pariaman,” sebut dia.
Selain itu, bersinerginya masyarakat dengan pemerintah daerah dapat membawa pikiran perantau untuk bernostalgia atau mengenang masa-masa lalunya di kampung halaman.
Artinya, masyarakat dan pemerintah dapat mengemas momen lebaran ini dengan mempertontonkan ke arifan lokal dengan kesenian-kesenian daerah dan kuliner-kulinernya. (suger)