Notification

×

Iklan

Daya Beli Melemah Jelang Lebaran 2025, Ini Faktanya

Senin, 24 Maret 2025 | 11:00 WIB Last Updated 2025-03-24T04:00:00Z

Aktivitas pengunjung di Terowongan Blok-M, Jakarta, Selasa (7/1/2025).


Jakarta, Rakyatterkini.com – Lebaran 2025 yang diperkirakan jatuh pada Senin, 31 Maret 2025, tinggal menghitung hari. Namun, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, perayaan Idulfitri kali ini diwarnai dengan indikasi melemahnya daya beli masyarakat, berdasarkan sejumlah data ekonomi yang dihimpun oleh tim riset.  

Berikut beberapa indikator yang menunjukkan kemungkinan penurunan daya beli menjelang Lebaran tahun ini:  

1. Penurunan Impor Barang Konsumsi 
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 3,12 miliar pada Februari 2025. Meskipun masih mengalami surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, angka tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2025 yang mencapai US$ 3,45 miliar.  

Dari sisi impor, volume barang konsumsi mengalami penurunan yang signifikan. Total impor barang konsumsi per Februari 2025 tercatat US$ 1,47 miliar, turun 10,61% dibandingkan bulan sebelumnya dan turun 21,05% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.  

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa turunnya impor barang konsumsi ini sejalan dengan deflasi di sektor bahan makanan yang mencapai -0,7% secara bulanan. Menurutnya, kondisi ini mencerminkan lemahnya permintaan dalam negeri akibat rendahnya daya beli masyarakat.  

Bhima juga menambahkan bahwa penurunan impor barang konsumsi menjelang Ramadan dan Idulfitri merupakan fenomena yang tidak biasa, mengingat pada tahun sebelumnya angka impor justru meningkat. Padahal, kebijakan impor barang konsumsi telah dipermudah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.  

Senada dengan Bhima, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Andry Asmoro, menyebut bahwa penurunan impor barang konsumsi sebesar 21,05% (yoy) menandakan daya beli kelas menengah ke bawah semakin tertekan.  

2. Deflasi Tahunan Pertama dalam 25 Tahun  
Deflasi pada Februari 2025 mengejutkan banyak pihak karena terjadi hanya sebulan sebelum Ramadan. Berdasarkan data BPS yang dirilis pada 3 Maret 2025, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi sebesar 0,48% secara bulanan dan 0,09% secara tahunan.  

Deflasi tahunan ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak tahun 2000, ketika Indonesia mengalami deflasi sebesar 1,10% pasca-krisis ekonomi 1997/1998. Saat itu, deflasi disebabkan oleh lonjakan inflasi yang mencapai 45% pada Maret 1999.  

3. Gelombang PHK Kian Meluas  
Situasi ekonomi yang tidak menentu berdampak pada meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK). Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat bahwa 3.325 pekerja terkena PHK pada Januari 2025.  

Secara kumulatif, total pekerja yang kehilangan pekerjaan sejak awal tahun telah mencapai 81.290 orang, naik 4,26% dibandingkan Desember 2024 yang berjumlah 77.965 pekerja.  

4. Simpanan Masyarakat Menurun  
Lemahnya daya beli juga tercermin dari tingkat tabungan masyarakat yang terus menurun. Indeks tingkat tabungan kelompok bawah turun ke level 79,4 pada Februari 2025, lebih rendah dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 82,4.  

Begitu juga dengan kelompok menengah, yang mencatat penurunan tabungan ke titik terendah sejak Maret 2024.  

5. Pusat Perbelanjaan Sepi Pengunjung 
Menjelang Lebaran, pusat perbelanjaan biasanya dipadati oleh masyarakat yang berbelanja kebutuhan Hari Raya. Namun, tahun ini kondisinya berbeda. Pada awal Ramadan, suasana di berbagai pusat perbelanjaan di Jakarta terlihat lebih sepi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.  

Berdasarkan Data Mandiri Spending Index (MSI), nilai belanja masyarakat menjelang Ramadan mengalami penurunan ke 236,2, berbeda dengan pola di tahun-tahun sebelumnya yang selalu meningkat. Penurunan MSI jelang Ramadan terakhir kali terjadi pada Maret 2020, di awal pandemi COVID-19.  

Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk, Johannes Husin, mengatakan bahwa tren pelemahan daya beli sudah terlihat sejak beberapa bulan terakhir.  

"Saat ini, belanja pemerintah dan konsumsi domestik masih mengalami penurunan. Namun, kami berharap daya beli masyarakat akan meningkat menjelang Idulfitri," ujar Johannes dalam Paparan Publik Tahunan OCBC NISP pada 20 Maret 2025.  

Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk, Lani Darmawan, juga mengakui bahwa pola belanja masyarakat selama Ramadan kali ini lebih lemah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.  

"Kami tidak melihat adanya lonjakan belanja seperti biasanya. Selain itu, simpanan masyarakat juga mengalami pengetatan, sehingga mereka cenderung menahan diri untuk berbelanja," ungkap Lani.  

Ia menambahkan bahwa tren penurunan belanja ini terjadi baik di sektor ritel maupun e-commerce.  
 
Berbagai data ekonomi menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih dalam kondisi lemah menjelang Lebaran 2025. Penurunan impor barang konsumsi, deflasi tahunan, meningkatnya jumlah PHK, serta menurunnya simpanan masyarakat menjadi indikator utama yang menguatkan dugaan tersebut.  

Diharapkan, dengan berakhirnya periode pemilu dan mendekati Hari Raya Idulfitri, terjadi perbaikan pada daya beli masyarakat agar sektor konsumsi domestik dapat kembali bergairah.(da*)


IKLAN



×
Berita Terbaru Update