![]() |
Alm. Hasjim Djalal, Diplomat yang juga Pakar Hukum Laut Internasional |
Jakarta,
Rakyatterkini.com - Satu lagi
Minangkabau dan Indonesia kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Pada Ahad,
12 Januari 2025, sekitar pukul 16.40 WIB, negeri ini ditinggal pergi untuk
selamanya oleh salah satu tokoh terbesarnya dalam diplomasi internasional dan
hukum laut, Prof. Dr. Hasjim Djalal.
Sang diplomat senior
yang juga dikenal sebagai ahli hukum laut internasional pertama Indonesia ini
meninggal dunia dalam usia 89 tahun di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta
Selatan. Kepergian almarhum menyisakan duka mendalam bagi keluarga, sahabat,
dan bangsa yang telah ia layani dengan penuh dedikasi.
Hasjim Djalal lahir di
Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat, pada 25 Februari 1934. Sebagai putra
Minangkabau, ia membawa semangat keuletan dan kecerdasan khas daerahnya ke
panggung nasional dan internasional.
Pendidikan tinggi yang
ia tempuh di Universitas Virginia, Amerika Serikat, menjadi pijakan awal karier
gemilangnya. Ia adalah mahasiswa Indonesia pertama yang meraih gelar Master of
Law di universitas tersebut, sebagai prestasi yang mengawali dedikasinya dalam
hukum maritim global.
Sebagai diplomat, Pak
Hasjim memiliki perjalanan karier yang luar biasa. Ia pernah menjabat sebagai
Duta Besar Indonesia untuk PBB (1981-1983), Duta Besar di Kanada (1983-1985),
hingga Duta Besar di Jerman (1990-1993) dan Duta Besar Keliling di penghujung
pemerintahan Orde Baru hingga awal Reformasi di pemerintahan Presiden BJ
Habibie.
Selain itu, ia juga
menjabat sebagai penasihat senior untuk berbagai kementerian dan lembaga
strategis, termasuk Dewan Maritim Indonesia dan TNI Angkatan Laut. Dalam
perannya sebagai Ketua dan Presiden Otoritas Dasar Laut Internasional, Hasjim
turut memperkuat posisi Indonesia di forum-forum maritim global.
Salah satu capaian
terbesar Pak Hasjim adalah keterlibatannya dalam pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Konvensi ini
menjadi tonggak perjuangan maritim Indonesia yang menegaskan kedaulatan laut
nusantara (wawasan Nusantara) sekaligus melindungi sumber daya laut yang tak
ternilai.
Di luar kariernya
sebagai diplomat, Hasjim adalah seorang pribadi yang rendah hati. Ketika ia
masih aktif di Kementerian Luar Negeri yang bermarkas di Pejambon, Jakarta, ia
lebih sering berjalan kaki dari rumahnya di Kemang menuju kantornya itu,
melewati Jalan Sudirman, Thamrin, Gambir dan terus ke Kemlu. Kebiasaannya ini
mencerminkan gaya hidup sederhana meskipun ia memegang jabatan tinggi.
“Ya, untuk menjaga
kebugaran, saya lebih suka jalan kaki ke kantor ketimbang naik mobil. Cuma
sejam perjalanan dari rumah,” kata Hasjim kepada saya saat wawancara di
kediamannya suatu ketika di tahun 90-an.
Ketika itu, Pak Hasjim
pernah berbagi cerita tentang Sumatera Barat, tanah kelahirannya. Ia dengan
antusias menjelaskan potensi pariwisata dan sumber daya kelautan Sumatera Barat
yang luar biasa. Ia bahkan menunjukkan beberapa peta yang menggambarkan
kekayaan minyak dan gas di lepas pantai Sumatera Barat.
Sayangnya, ia juga
mengungkapkan kesedihannya karena potensi tersebut belum tergarap maksimal.
Hasjim menyoroti betapa masyarakat Sumatera Barat cenderung memunggungi
samudera luas di selatan Melaka, padahal laut itu menyimpan peluang besar untuk
kemajuan ekonomi.
Sebagai seorang anak
Minangkabau, Pak Hasjim memiliki kebanggaan mendalam terhadap budaya dan
tradisi leluhurnya. Ia sering mengaitkan filosofi adat Minangkabau dengan
pandangan diplomatiknya, khususnya dalam membangun konsensus dan menjaga
harmoni di tengah perbedaan. Pak Hasjim percaya bahwa nilai-nilai ini dapat
menjadi landasan bagi pembangunan bangsa yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dalam kesempatan lain,
Pak Hasjim bercerita tentang pengalamannya sebagai Duta Besar RI di PBB. Ia
pernah mengunjungi Sierra Leone, sebuah negara kecil di Afrika, dan belajar
banyak tentang tantangan serta peluang diplomasi di wilayah yang jarang tersentuh
perhatian dunia. Pengalaman ini menguatkan keyakinannya bahwa diplomasi harus
menjadi jembatan untuk membangun kerja sama global, termasuk dengan
negara-negara yang kurang berkembang.
Bagi Pak Hasjim,
perjuangan maritim Indonesia tidak sekadar soal kedaulatan, tetapi juga tentang
masa depan generasi mendatang. Ia adalah salah satu suara paling lantang yang
menyerukan pentingnya pendidikan maritim di Indonesia. Ia percaya bahwa
pengetahuan tentang laut harus ditanamkan sejak dini agar masyarakat Indonesia
memahami dan menghargai kekayaan alamnya.
Kepergian Pak Hasjim
Djalal merupakan kehilangan besar bagi Indonesia. Sosoknya yang visioner dan
dedikasinya yang tak kenal lelah akan selalu dikenang. Ia adalah teladan nyata
seorang diplomat yang mengabdikan hidupnya untuk kepentingan bangsa, baik di
kancah domestik maupun internasional.
Malam ini, jenazah Pak
Hasjim disemayamkan di rumah duka di Jalan Taman Cilandak III Nomor 2, Cilandak
Barat, Jakarta Selatan. Dalam kepergiannya, ia dikelilingi oleh cinta dari istri,
anak, cucu, dan saudara-saudaranya.
Tadi malam, masih saat
di kamar jenazah, Senator asal Sumatera Barat, Irman Gusman datang melayat. Ia
didampingi salah seorang putra Pak Hasjim Djalal yang juga berkarir sebagai
diplomat, Dino Patti Djalal.
Dino, semasa
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjadi juru bicara
Presiden bidang luar negeri, kemudian diangkat menjadi Duta Besar RI untuk
Amerika Serikat dan terakhir menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di
penghujung pemerintahan Presiden SBY.
Senin, 13 Januari
siang ini, insya Allah jenazah almarhum akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
(TMP) Kalibata, Jakarta. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Selamat jalan Pak
Hasjim. Perjuanganmu akan terus menjadi inspirasi bagi kami semua untuk menjaga
dan memajukan nusantara, baik di darat maupun di laut. (Syaf AL/iniriau.com)